Selasa, 07 Januari 2014


SEJARAH PURA MANGKUNEGARAN

          PURA MANGKUNEGARAN dibangun pada tahun 1757 oleh Raden Mas Said yang lebih dikenal sebagai Pangeran Sambar Nyawa, setelah penandatanganan Perundingan Salatiga pada tanggal 13 Maret. Raden Mas Said kemudian menjadi Pangeran Mangkoe Nagoro I. Istana Mangkunegaran terdiri dari dua bagian utama : pendopo dan dalem yang diapit oleh tempat tinggal keluarga raja. Hal yang menarik adalah keseluruhan istana dibuat dari kayu jati yang bulat/utub.
          PENDOPO adalah Joglo dengan empat saka guru (tiang utama) yang digunakan untuk resepsi dan pementasan tari tradisional Jawa. Ada seperangkat gamelan yang dinamai Kyai Kanyut Mesem. Gamelan yang sebagaian besar masih lengkap ini dimainkan pada hari-hari tertentu untuk mengiringi latihan tarian tradisional. Di dalam DALEM terdapat Pringgitan, ruang dimana keluarga menerima pejabat. Ruangan ini juga digunakan untuk mementaskan wayang kulit. Di dalam pringitan, ada beberapa lukisan karya Basuki Abdullah, pelukis kenamaan Solo.
          Dalem juga digunakan untuk memajang berbagai koleksi barang peninggalan berharga yang bernilai seni dan sejarah yang tinggi. Terdapat koleksi topeng-topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, kitab-kitab kuno dari jaman Majapahit dan Mataram, koleksi berbagai perhiasan emas dan koleksi beberapa potret Mangkunegoro.
          Pura Mangkunegaran juga memiliki perpustakaan yang disebut Rekso Pustoko. Koleksi topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Solo, Jogjakarta, Cirebon, Madura dan Bali.
                   

A.  RUANGAN DI KRATON MANGKUNEGARAN
          Seperti bangunan utama di kraton Surakarta dan kraton Yogyakarta, Puro Mangkunagaran mengalami beberapa perubahan selama masa puncak pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah. Perubahan ini tampak pada ciri dekorasi Eropa yang popular saat itu. Kraton Mangkunagaran dibagi 3 ruang, yaitu:
-          Pendopo
-          Paringgitan
-          Dalem Ageng
          Setelah pintu gerbang utama dibuka, akan tampak pamedan, yaitu lapangan perlatihan prajurit pasukan Mangkunagaran yang sekarang digunakan untuk latihan sepak bola. Bekas pusat pasukan kuda, gedung kavaleri berada di sebelah Timur pamedan. Pintu gerbang kedua menuju halaman dalam tempat berdirinya Pendopo Agung.

1.    PENDOPO
          Pendopo Agung berukuran 3.500 meter persegi dengan lantai yang terbuat dari marmer dan merupakan hadiah dari Itali. Pada bagian depan pendopo juga terdapat patung singayang merupakan hadiah dari Benglin, Jerman. Pendopo yang dapat menampung lima sampai sepuluh ribu orang ini, selama bertahun-tahun dianggap pendopo yang terbesar di Indonesia. Tiang-tiang kayu berbentuk persegi yang menyangga atap joglo diambil dari pepohonan yang tumbuh di hutan Mangkunegaran, di daerah perbukitan Ndonoloyo, Wonogiri. Dimana keempat tiang tersebut berasal dari 1 pohon yang sama dan melalui sungai Bengawan Solo, keempat tiang tersebut dibawa dari perbukitan Wonogiri ke Kraton Mangkunegaran. Seluruh bangunan ini didirikan tanpa menggunakan paku. Pendopo ini digunakan untuk mengadakan resepsi dan sebagai tempat untuk pentas tari-tarian Jawa. Warna kuning dan hijau yang mendominasi pendopo adalah warna pari anom (padi muda), warna khas keluarga Mangkunegaran. Hiasan langit-langit pendopo yang berwarna terang melambangkan astrologi Hindu-Jawa. Dari langit-langit ini tergantung deretan lampu gantung antik yang merupakan hadiah dari Eropa. Lampu gantung ini dahulu menggunakan lilin dengan minyak kelapa, namun sekarang sudah diganti dengan listrik. Perlu diperhatikan lukisan-lukisan pada langit-langit di tengah pendopo. Lukisan tersebut dilukis oleh Liem Tho Hien pada tahun 1937 dan didesain oleh Mr. Karsten dari Belanda. Lukisan pada langit-langit di tengah pendopo tersebut bercorak batik yang disebut dengan batik ‘Muda Wati’. Dimana terdapat delapan warna dengan maksud dan arti tertentu. Delapan warna tersebut antara lain; warna kuning yang mempunyai maksud untuk mencegah rasa mengantuk, warna biru untuk mencegah musibah, warna hitam untuk mencegah lapar, warna hijau untuk mencegah frustasi, warna putih untuk mencegah pikiran seks birahi, warna orange untuk mencegah ketakutan, warna merah untuk mencegah kejahatan, dan warna yang terakhir adalah warna ungu untuk mencegah pikiran jahat. Pada mulanya orang yang hadir di pendopo harus duduk bersila di lantai. Kursi baru diperkenalkan pada akhir abad ke-19, pada saat pemerintahan Mangkunagara VI.
          Di bagian Barat Pendopo terdapat empat set gamelan, satu digunakan secara rutin dan tiga lainnya digunakan hanya pada upacara khusus. Gamelan yang diselubungi kain hijau adalah Kyai Kanyut Mesem (tertarik untuk tersenyum), merupakan gamelan pusaka yang paling baik, paling lengkap dan paling sering dimainkan. Tiap hari Rabu pagi Kyai Kanyut Mesem ditabuh untuk latihan beksan, dan tiga kali dalam  sebulan diadakan siaran dari gamelan tersebut oleh RRI Solo. Kyai Kanyut Mesem telah berumur kira-kira 200 tahun.
          Di samping Kyai Kanyut Mesem, di pendopo juga ditata tiga set gamelan yaitu Upacara Munggang, Corobalen dan Kodok Ngorek. Gamelan-gamelan ini ditabuh pada upacara-upacara tertentu saja, seperti penobatan, perkawinan, khitanan, pada saat menyambut kedatangan tamu agung. Setiap hari Sabtu pagi diadakan latihan memukul gamelan-gamelan tersebut. Gamelan-gamelan tersebut juga digunakan untuk mengiringi tari, salah satu tari yang biasa dipertontonkan di Pendopo ialah tari Srimpi. Biasanya tari Srimpi ditarikan oleh 4 orang penari atau lebih dan yang menari haruslah seorang gadis.
          Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yaitu :
-          Grama (Api)
-          Angin (Udara)
-           (Air)
-          Bumi (Tanah)
          Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara benar dan salah antara akal manusia dan nafsu manusia.

2.    PARINGGITAN   
          Tempat di belakang pendopo terdapat sebuah beranda terbuka bernama Paringgitan, yang mempunyai tangga menuju Dalem Ageng, sebuah ruangan seluas 1.000 meter persegi, yang secara tradisional merupakan ruang tidur pengantin kerajaan, sekarang  berfungsi sebagai museum. Pada saat menuju Paringgitan kita akan disambut dengan lukisan, lukisan-lukisan tersebut tidak lain adalah gambar KGPAA. Mangkunagoro IX yang berhadapan dengan lukisan Gusti Kanjeng Putri, istri kedua Mangkunegaran IX. Yang kemudian disebelah lukisan Mangkunagoro VII yang berhadapan dengan istrinya, K.R. Timum. Selain memamerkan petanen (tempat persemayaman Dewi Sri) yang berlapiskan tenun sutera, yang menjadi pusat perhatian pengunjung, museum ini juga memamerkan perhiasan, senjata, pakaian, medali, perlengkapan wayang, uang logam, gambar raja-raja Mangkunagaran dan benda-benda seni. Di sebelah kanan dan kiri Paringgitan terdapat kamar untuk perempuan dan laki-laki. Di sebelah kanan Paringgitan digunakan untuk perempuan yang disebut balai Wasni, untuk laki-laki disebut balai Peni yang terdapat di sebelah kiri Paringgitan.

3.    DALEM AGENG
          Dalem ageng merupakan tempat diadakannya upacara-upacara tradisional. Bangunannya berbentuk limasan (dengan 8 buah soko guru), tidak memiliki plafond, sehingga usuk-usuk dan reng-reng dapat dilihat, yang merupakan simbol dari matahari.
          Di Dalem Ageng terdapat koleksi benda-benda purba, yang dikumpulkan mulai tahun 1926. Koleksi ini ditempatkan di almari kaca, seperti gelang, kalung, subang, anting-anting, rantai, badong dan sebagainya. Disamping koleksi tersebut, dipamerkan pula barang-barang ampilan upacara seperti: sumbu (tempat sapu tangan), tempat sirih, kecohan (tempat meludah), senjata-senjata kuno dan lain sebagainya , serta dua buah almari berisi pakaian-pakaian yang disepuh untuk tari-tarian Bedhoyo srimpi dan Langendriyan. Terdapat pula lukisan para Adipati yang pernah memegang tahta di istana Mangkunegaran mulai dari Mangkunagoro II hingga Mangkunagoro IX. Sedangkan Mangkunagoro I hanya dilambangkan dengan simbol matahari karena beliau tidak mau dilukis. Di tengah ruangan itu terdapat tempat yang bernama Trohongan untuk memuja Dewi Padi , setiap malam Jum’at kliwon diadakan pemujaan terhadap Dewi Padi dengan membawa persembahan berupa sesajian . Di sebelah kanan dan kirinya terdapat kamar yang digunakan untuk tempat istirahat putra dan putri raja . Kamar untuk laki – laki terletak di sebelah kiri Trohongan yang disebut Sentong kiri. Sedangkan kamar untuk perempuan yang terletak di sebelah kanan Trohongan yang disebut Sentong kanan. Di Trohongan juga terdapat dua patung, perempuan disebelah kanan, sedangkan yang laki-laki disebelah kiri, kedua patung ini disebut Loro Gloyo.
          Semua koleksi barang tersebut ditempatkan di Dalem Ageng dan sekarang dapat dilihat oleh umum tetapi tidak dapat diabadikan, agar meningkatkan rasa harga diri bangsa, karena barang-barang tersebut merupakan hasil karya bangsa kita sendiri. Diantaranya, terdapat tata rias tari B. srimpi Sinari yang terbuat dari emas dan intan. Selain itu juga terdapat kipas yang pernah digunakan oleh Gusti Nurul Kusuma Wardani saat perkawinan seorang Belanda, yaitu Yuliani, dimana sang penari pada saat itu menari di Belanda, tetapi diiringi oleh gamelan di Pendopo.
          Koleksi barang yang lain yaitu perlengkapan wanita, kebanyakan anting-anting putri. Di meja lain terdapat perlengkapan pria. Terdapat juga berbagai macam uang yang terbuat dari emas, uang yang besar rupiah, sedangkan yang kecil sen. Di tempat lain juga terdapat berbagai peralatan rumah tangga, diantaranya tempat gula, tempat susu, teh, kopi, wawidon untuk sirih, kumpeng, serutu, tempat untuk minum anggur. Selain peralatan rumah tangga, terdapat juga tempat gambir, injet, gunting serutu, gading dari Bali, dan replika Dasamuka. Barang-barang tersebut terbuat dari Kristal dan merupakan hadiah dari Eropa. Koleksi lain yang merupakan hadiah dari Jepang yaitu sebuah bola, dimana di dalam bola itu masih terdapat bola lain sampai 12 bola. Di dalam Dalem Ageng juga terdapat koleksi medali yang diantaranya dari Negara Cina, Belanda, dan Thailand. Diantara medali-medali tersebut juga terdapat salib dari Roma. Di meja lain juga ada pedang pemberian dari Jepang, Belanda, dan Turki.
          Di Dalem Ageng juga ada tempat untuk sesaji. Di bagian tengah Puro Mangkunegaran di belakang Dalem Ageng, terdapat tempat pedesaan milik para bangsawan, sekarang digunakan oleh para keluarga keturunan raja. Taman di bagian dalam yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbunga dan semak-semak hias, juga merupakan cagar alam dengan sangkar berisi burung berkicau. Terdapat pula patung-patung klasik model Eropa, serta kupu-kupu berwarna-warni dengan air mancur yang bergerak-gerak di bawah sinar matahari. Menghadap ke taman terbuka adalah beranda dalem yang bersudut delapan, dimana terdapat tempat lilin dan perabotan Eropa yang indah. Kaca-kaca berbingkai emas terpasang berderet di dinding. Dari beranda menuju ke dalam tampak ruang makan dengan jendela kaca berwarna gambar yang berisi pemandangan alam Jawa, terdapat ruang ganti dan rias para putri raja serta kamar mandi yang indah.


4.    GARASI KERETA
          Garasi kereta terletak di sebelah tenggara Istana Mangkunegaran. Di dalam ruangan tersebut terdapat enam buah kereta dan sebuah kurungan ayam yang sebenarnya digunakan untuk acara “tedak siti”. Acara ini merupakan acara syukuran bagi bayi berumur tujuh bulan yang pertama kali menginjakkan kaki di tanah.
          Sedangkan keenam kereta yang ada di ruangan tersebut pernah digunakan dari tahun 1850 – 1944 atau pada masa pemerintahan Mangkunagoro IV hingga Mangkunagoro VIII. Kereta yang paling tua bernama Barouchet. Kereta ini mengalami perbaikan pada tahun 1860 -1880. Sedangkan kereta yang paling besar dan mewah bernama Kyai Condroretno. Kereta ini merupakan hadiah dari Deen Haag, Belanda dan pernah mengalami perbaikan pada tahun 1850 – 1860. Kyai Condroretno pernah digunakan pada acara pernikahan Mangkunagoro IX dengan istri pertamanya. Kereta yang ketiga bernama Landaulet yang merupakan hadiah dari Amsterdam, Belanda. Pernah mengalami perbaikan pada tahun 1913. Kereta yang keempat bernama Glaslaunder, hadiah dari Amsterdam, Belanda. Pernah mengalami perbaikan pada tahun 1890 – 1900. Dari keenam kereta tersebut, terdapat dua kereta yang sama, bernama Berline. Merupakan hadiah dari London, Inggris dan pernah mengalami perbaikan pada tahun 1880 – 1900.
          Karena Istana Mangkunegaran memiliki obyek-obyek kebudayaan, maka diberi nama Obyek Wisata Budaya dan dibuka untuk umum sejak tahun 1968, dengan tujuan:
-          Untuk menyebarluaskan kebudayaan bangsa Indonesia pada umumnya dan kebudayaan Jawa khususnya.
-          Agar kebudayaan tersebut dapat dimengerti dan dimanfaatkan terutama oleh generasi penerus.
-          Untuk menambah pemasukan Istana Mangkunegaran guna biaya pemeliharaan benda-benda kebudayaan tersebut.


B.  BENDA KOLEKSI DI ISTANA MANGKUNEGARAN

1.    MAKSUD DAN TUJUAN KOLEKSI
          Maksud dan tujuan dari koleksi antara lain adalah untuk menunjukkan bahwa kebudayaan, adat serta peradaban bangsa kita dimasa lampau telah begitu tinggi dan maju. Dengan koleksi ini diharapkan kita dapat memperlihatkan sebagian dari budaya bangsa kita yang selama ini tenggelam. Kita mencoba untuk menghidupkannya kembali dengan menunjukkan kepada bangsa kita pada umumnya dan kepada generasi muda pada khususnya yang belum begitu mengenal peradaban bangsa kita di masa lampau.
          Diharapkan akan menjadi kenyataan bahwa akan tiba masanya bahwa benda-benda peninggalan jaman kuno tidak lagi dianggap keramat, yang dapat mendatangkan keuntungan atau kesengsaraan, akan tetapi dinilai sebagai kebudayaan bangsa yang memiliki nilai budaya yang tinggi. Hal ini pada akhirnya bisa memainkan peranan dalam studi mengenai sejarah dan kebudayaan bangsa.
           
2. ASAL-USUL BENDA KOLEKSI
          Dengan terus menerus membeli benda-benda dari perak dan emas yang dibuat oleh pandai emas Jawa Kuno diperoleh gambaran yang jelas bagaimana kemampuan mereka pada saat itu. Akan tetapi hal seperti itu tidak dapat untuk mengetahui secara pasti darimana asal benda-benda tersebut.
          Koleksi benda-benda yang terbuat dari emas dibeli dari Surakarta dan Yogyakarta. Menurut catatan, asal-usul benda koleksi tersebut apabila ditemukan didalam wilayah praja Mangkunegaran kebanyakan berasal dari daerah sekitar Wonogiri. Hal ini sesuai dengan penemuan prasasti pada tahun 1933, yaitu berupa perahu ferry buatan tahun 903 M, yang bebas bea di daerah Bengawan Solo, dimana tempat tersebut sekarang bernama Wonogiri.
          Seribu tahun yang lalu, letak keraton tidak begitu jauh ke Selatan, karena hubungan dengan India maupun dengan negara asing dilakukan di pantai Utara. Oleh karena itu, kita bisa menghubungkannya dengan asal usul benda emas di daerah Gunung Kidul dengan perahu ferry yang bebas bea masuk ke Bengawan Solo, yang barangkali bermaksud untuk memajukan perjalanan ziarah ke makam raja-raja dan pertapaan.
          Untuk di daerah Yogyakarta ditemukan di Selatan ibukota Bantul, yang terletak dekat dengan candi-candi utama. Di daerah Surakarta diperoleh arca-arca di daerah candi Nusukan yang sekarang telah hilang. Konon, candi tersebut terletak di dekat jembatan kereta api di atas Sungai Kalianyar.
          Tempat penemuan lain yaitu di Mojogedang, Sragen. Dahulu, disini terdapat kompleks kecil yang terdiri dari candi utama yang di depannya terdapat tiga monumen kecil. Di situs tersebut terdapat arca Siwa kepala tiga yang masih terdapat lingga dan yoni.

3. MACAM-MACAM BENDA KOLEKSI
          Macam-macam benda yang dipamerkan di dalam museum Istana Mangkunegaran antara lain:
a.       Kereta
b.      Arca logam
c.       Arca batu
d.      Peralatan dari logam:
o   Lampu
o   Talam untuk Pendeta
o   Genta untuk Pendeta
o   Genta gantungan
o   Anglo untuk dupa
o   Belanga untuk air suci
o   Belanga
o   Ciduk
o   Cermin
o   Atribut agama Budha
o   Cincin dan ban pengikat
e.       Rantai/kalung
o   Hiasan badan lain-lainya
o   Mata uang dan peneng
o   Lain-lain
  Digunakan untuk upacara
  Benda-benda perhiasan
  Prasasti
  Kegunaan tidak diketahui
f.        Senjata-senjata
o   Tombak
o   Keris
o   Kujang, dan lain-lain
g.       Lukisan (dari Basuki Abdullah) dan foto
h.      Topeng-topeng dari Bali, Madura, Cirebon, Solo, Yogya dan Malang
i.      Tanda penghargaan
j.        Pakaian tari
o   Tari srimpi
o   Tari langendriyan
k.      Wayang beber
l.        Koleksi Kristal
m.    Kaligrafi
n.      Koleksi lain-lain


C.  PEMEGANG TAHTA PURA MANGKUNEGARAN

KGPAA Mangkunagoro I
Nama kecil: Raden Mas Said
Waktu mengabdi di Keraton Kartasura bernama Raden Mas Soerjokoesoemo. Sewaktu melaksanakan pemebrontakan terhadap Keraton Kartasura dan Surakarta serta VOC, mendapat julukan Pangeran Sambernyawa.
Pendiri Mangkunegaran  dan memerintah mulai 24 Februari 1757 – 28 Desember 1795.

KGPAA Mangkunagoro II
Nama kecil: Raden Mas Soelomo
Cucu Mangkunagoro I, lahir dari putra KPA Prabumidjaja.
Pada masa pemerintahannya terjadi berbagai perubahan politik, VOC bubar dan timbullah Pemerintahan Hindia Belanda, yang kemudian digantikan dengan pemerintahan Perancis (negara Belanda diduduki Napoleon Bonaparte) yang kemudian digeser oleh pemerintahan Inggris di bawah pimpinan Raffles. Selanjutnya kembalilah Pemerintah Hindia Belanda dan setelah itu berkobarlah Perang Diponegoro. Dalam keadaan yang serba tidak menentu, Mangkunagoro merasa perlu untuk mengadakan konsolidasi. Mangkunegaran memisahkan diri dari pemerintah Keraton Surakarta dan berdiri sendiri. Untuk memperkuat diri dibentuklah Legiun Mangkunegaran dengan kekuatan 1250 orang prajurit dan perwira-perwiranya.
Masa pemerintahannya mulai 25 Januari 1796 – 26 Januari 1835. 

KGPAA Mangkunagoro III
Nama kecilnya: Raden Mas Sarengat
Cucu Mangkunagoro II dan putra Pangeran Natakusumo.
Pada masa konsolidasi Mangkunagoro II disusul dengan menanamkan pemerintahan dan administrasi yang teratur dan lahirlah pada tahun 1847 Kabupaten Karanganyar, Wonogiri dan Malangjiwan. Pemerintah sehari-hari dipercayakan kepada seorang Patih dengan pangkat Buapti Patih.
Petunjuk-petunjuk yang diberikan para punggawa dan putra Sentana: Aja dhumeh, aja kagetan, aja gumunan, tetep mantep, gelem nglakoni.
Masa pemerintahannya mulai 29 Januari 1835 – 6 Januari 1853. 

KGPAA Mangkunagoro IV
Nama kecil: Raden Mas Soediro.
Mangkunagoro II, dewasa menjadi Pangeran Gondokusumo dan menjadi menantu Mangkunagoro III.
Stabilitas keamanan dan pemerintahan yang teratur memungkinkan pembangunan bidang ekonomi, Didirikan perusahaan-perusahaan, misalnya pabrik gula di Tasikmadu dan Colomadu, pabrik karet, kopi, the, penggilingan padi, dan lain-lain.
Masa pemerintahannya mulai 25 Maret 1853 – 2 September 1881. 

KGPAA Mangkunagoro V
Nama kecil: Raden Mas Soenito, putra Mangkunagoro IV.
Keadaan keuangan praja pada waktu itu memungkinkan untuk melanjutkan pembangunan sebelumnya.
Masa pemerintahannya mulai 5 September 1881 – 1 Oktober 1896.                         

KGPAA Mangkunagoro VI
Nama kecil: Raden Mas Soerono, juga putra Mangkunagaoro IV atau saudara Mangkunagoro V.
Dalam pengalaman yang luas dan keteladanannya dalam hal disiplin kerja, ia berhasil memperbaiki kehidupan yang krisis pada masa itu.
Masa pemerintahannya mulai 21 November 1896 – 11 Januari 1916.

KGPAA Mangkunagoro VII
Nama kecil: Raden Mas Notosoeparta. Putra Mangkunagoro V.
Beliau aktif dalam kegiatan Kebangkitan Nasional dan termasuk pendiri Budi Utomo.
Dalam pendudukan Jepang, ia diakui sebagai Mangkunegaran Kochi.
Masa pemerintahannya mulai 3 Maret 1916 – 19 Juli 1944. 

KGPAA Mangkunagoro VIII
Nama kecil: Raden Mas Hamidjojo Sarosa, putra sulung Mangkunagoro VII.
Masa pemerintahannya mulai 19 Juli 1944 – 3 September 1987.
                                  
KGPAA Mangkunagoro IX
Nama kecil: Sudjiwa Kusumo, putra Mangkunagoro VIII dan cucu Mangkunagoro VII.
Masa pemerintahannya mulai 1987 – sekarang.


D.  KUNJUNGAN LAINNYA
          Selain kami mengunjungi Pura Mangkunegaran, kami juga mengunjungi dua tempat lagi, yaitu: Museum Radya Pustaka dan Keraton Kasunanan Surakarta. Tapi saya hanya akan mengulas secara singkat tentang kedua tempat ini.

1.    Museum Radya Pustaka
a.    Sejarah singkat
          Museum ini didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IX oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV di dalem Kepatihan pada tanggal 28 Oktober1890. Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pernah menjabat sebagai Patih Pakubuwono IX dan Pakubuwono X. Museum ini lalu dipindahkan ke lokasinya sekarang ini, Gedung Museum Radyapustaka di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta, pada 1 Januari1913. Kala itu gedung museum merupakan rumah kediaman seorang warga Belanda bernama Johannes Busselaar.

b.    Koleksi
          Museum Radya Pustaka memiliki koleksi yang terdiri dari berbagai macam arca, pusaka adat, wayang kulit dan buku-buku kuno. Koleksi buku kuna yang banyak dicari itu di antaranya mengenai Wulang Reh karangan Pakubuwono IV yang isinya antara lain mengenai petunjuk pemerintahan dan Serat Rama karangan Pujangga Keraton Surakarta bernamaYasadipura I yang menceritakan tentang wiracaritaRamayana.
Pada 18 November2007, Kepala Museum Radya Pustaka, KRH Darmodipuro (Mbah Hadi) ditahan pihak kepolisian sebagai tersangka dalam kasus hilangnya sejumlah koleksi museum, antara lain lima arca batu buatan abad ke-4 dan 9 yang dijual kepada pihak lain dengan harga Rp 80 juta-Rp 270 juta per arca. Penyelidikan menunjukkan bahwa koleksi museum yang hilang diganti dengan barang palsu.[1] Dua hari kemudian, polisi menggeledah rumah pengusaha Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo Subianto di Jakarta dan menemukan lima arca yang hilang dari museum.[2]

c.    Kyai Rajamala
          Berada di kamar bagian barat terdapat sebuah patung kepala raksasa yang terbuat dari kayu dan merupakan hasil karya Pakubuwono V ketika beliau masih seorang putra mahkota. Patung tersebut jumlah sebenarnya adalah dua: yang satu lainnya disimpan di Keraton Surakarta. Patung ini ialah hiasan depan sebuah perahu yang dipakai untuk mengambil permaisuri Pakubuwono IV yang berasal dari Madura. Sampai sekarang patung ini masih dianggap keramat dan sering diberi sesajian.

2.    Keraton Kasunanan Surakarta
     Sejarah Singkat
          Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Jawa Tengah yang berdiri tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian Giyanti 13 Februari 1755. Perjanjian antara VOC dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, yaitu Sunan Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi, menyepakati bahwa Kesultanan Mataram dibagi dalam dua wilayah kekuasaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta.
          Kasunanan Surakarta umumnya tidak dianggap sebagai pengganti Kesultanan Mataram, melainkan sebuah kerajaan tersendiri, walaupun rajanya masih keturunan raja Mataram. Setiap raja Kasunanan Surakarta yang bergelar Sunan (demikian pula raja Kasultanan Yogyakarta yang bergelar Sultan) selalu menanda-tangani kontrak politik dengan VOC atau Pemerintah Hindia Belanda.
          Seperti halnya Keraton Surakarta Hadiningrat, adalah sebuah tempat yang mempunyai makna spiritual yang tinggi. Menurut kepercayaan tradisonal Jawa, angka 7 merupakan angka yang sempurna. Itulah kenapa Candi Borobudur misalnya, mempunyai 7 tangga dan 7 gerbang. Begitu juga dengan Keraton Surakarta Hadiningrat yang mempunyai 7 pelataran dan 7 gerbang.
Tujuh pelataran yang ada di Keraton Surakarta Hadiningrat adalah:
1. Pamuraan Njawi
2. Pamuraan Nglebet
3. Alun-alun Lor
4. Siti Hinggil
5. Kemandungan
6. Sri Manganti
7. Plataran
Dan tujuh gerbangnya adalah:
1. Gladag
2. Gapuro Pamuraan
3. Kori Wijil
4. Kori Brojonolo
5. Kori Kamandungan
6. Kori Mangun
7. Kori Mangarti


PENUTUP

         Kesimpulan
            Pura Mangkunegaran merupakan warisan budaya yang sangat berharga. Dengan sejarah dan koleksi benda-benda bersejarah dan bernilai budaya tinggi, Pura Mangkunegaran layak dijadikan tempat menimba ilmu selain dibangku sekolah. Semua benda koleksi yang ada di Pura Mangkunegaran mempunyai peranan penting dan vital bagi kelangsungan dan eksitensi  Pura Mangkunegaran.

 
KOLEKSI FOTO
 

Bagian depan Pura Mangkunegaran


Beranda Dalem, ruang keluarga Mangkunegaran



Naskah Perjanjian Giyanti, yang membagi wilayah Mataram menjadi dua





Pendopo Pura Mangkunegaran





(posting by karnadi)


      Sumber:

http://langgengsetya.blogspot.com/2013/02/keraton-kasunanan-dan-mangkunegaran.html



Narasumber:
1.                  Erna tour guide Pura Mangkunegaran
2.                  Widodo tour guide Museum Radya Pustaka
3.                  Abdi Dalem Keraton Kasunanan Surakarta