SEJARAH
PURA MANGKUNEGARAN
PURA MANGKUNEGARAN dibangun pada tahun
1757 oleh Raden Mas Said yang lebih dikenal sebagai Pangeran Sambar Nyawa,
setelah penandatanganan Perundingan Salatiga pada tanggal 13 Maret. Raden Mas
Said kemudian menjadi Pangeran Mangkoe Nagoro I. Istana Mangkunegaran terdiri
dari dua bagian utama : pendopo dan dalem yang diapit oleh tempat tinggal
keluarga raja. Hal yang menarik adalah keseluruhan istana dibuat dari kayu jati
yang bulat/utub.
PENDOPO adalah Joglo dengan empat saka
guru (tiang utama) yang digunakan untuk resepsi dan pementasan tari tradisional
Jawa. Ada seperangkat gamelan yang dinamai Kyai Kanyut Mesem. Gamelan yang
sebagaian besar masih lengkap ini dimainkan pada hari-hari tertentu untuk
mengiringi latihan tarian tradisional. Di dalam DALEM terdapat Pringgitan,
ruang dimana keluarga menerima pejabat. Ruangan ini juga digunakan untuk
mementaskan wayang kulit. Di dalam pringitan, ada beberapa lukisan karya Basuki
Abdullah, pelukis kenamaan Solo.
Dalem juga digunakan untuk memajang berbagai koleksi barang peninggalan berharga yang bernilai seni dan sejarah yang tinggi. Terdapat koleksi topeng-topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, kitab-kitab kuno dari jaman Majapahit dan Mataram, koleksi berbagai perhiasan emas dan koleksi beberapa potret Mangkunegoro.
Dalem juga digunakan untuk memajang berbagai koleksi barang peninggalan berharga yang bernilai seni dan sejarah yang tinggi. Terdapat koleksi topeng-topeng tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, kitab-kitab kuno dari jaman Majapahit dan Mataram, koleksi berbagai perhiasan emas dan koleksi beberapa potret Mangkunegoro.
Pura Mangkunegaran juga memiliki
perpustakaan yang disebut Rekso Pustoko. Koleksi topeng tradisional dari
berbagai daerah di Indonesia, seperti Solo, Jogjakarta, Cirebon, Madura dan
Bali.
A. RUANGAN
DI KRATON MANGKUNEGARAN
Seperti
bangunan utama di kraton Surakarta dan kraton Yogyakarta, Puro Mangkunagaran
mengalami beberapa perubahan selama masa puncak pemerintahan kolonial Belanda
di Jawa Tengah. Perubahan ini tampak pada ciri dekorasi Eropa yang popular saat
itu. Kraton Mangkunagaran dibagi 3 ruang, yaitu:
-
Pendopo
-
Paringgitan
-
Dalem Ageng
Setelah pintu gerbang utama dibuka,
akan tampak pamedan, yaitu lapangan perlatihan prajurit pasukan Mangkunagaran
yang sekarang digunakan untuk latihan sepak bola. Bekas pusat pasukan kuda,
gedung kavaleri berada di sebelah Timur pamedan. Pintu gerbang kedua menuju
halaman dalam tempat berdirinya Pendopo Agung.
1.
PENDOPO
Pendopo Agung berukuran 3.500 meter persegi dengan lantai
yang terbuat dari marmer dan merupakan hadiah dari Itali. Pada bagian depan
pendopo juga terdapat patung singayang merupakan hadiah dari Benglin, Jerman.
Pendopo yang dapat menampung lima sampai sepuluh ribu orang ini, selama
bertahun-tahun dianggap pendopo yang terbesar di Indonesia. Tiang-tiang kayu
berbentuk persegi yang menyangga atap joglo diambil dari pepohonan yang tumbuh
di hutan Mangkunegaran, di daerah perbukitan Ndonoloyo, Wonogiri. Dimana
keempat tiang tersebut berasal dari 1 pohon yang sama dan melalui sungai
Bengawan Solo, keempat tiang tersebut dibawa dari perbukitan Wonogiri ke Kraton
Mangkunegaran. Seluruh bangunan ini didirikan tanpa menggunakan paku. Pendopo
ini digunakan untuk mengadakan resepsi dan sebagai tempat untuk pentas
tari-tarian Jawa. Warna kuning dan hijau yang mendominasi pendopo adalah warna
pari anom (padi muda), warna khas keluarga Mangkunegaran. Hiasan langit-langit
pendopo yang berwarna terang melambangkan astrologi Hindu-Jawa. Dari
langit-langit ini tergantung deretan lampu gantung antik yang merupakan hadiah
dari Eropa. Lampu gantung ini dahulu menggunakan lilin dengan minyak kelapa,
namun sekarang sudah diganti dengan listrik. Perlu diperhatikan lukisan-lukisan
pada langit-langit di tengah pendopo. Lukisan tersebut dilukis oleh Liem Tho
Hien pada tahun 1937 dan didesain oleh Mr. Karsten dari Belanda. Lukisan pada
langit-langit di tengah pendopo tersebut bercorak batik yang disebut dengan
batik ‘Muda Wati’. Dimana terdapat delapan warna dengan maksud dan arti
tertentu. Delapan warna tersebut antara lain; warna kuning yang mempunyai
maksud untuk mencegah rasa mengantuk, warna biru untuk mencegah musibah, warna
hitam untuk mencegah lapar, warna hijau untuk mencegah frustasi, warna putih
untuk mencegah pikiran seks birahi, warna orange untuk mencegah ketakutan,
warna merah untuk mencegah kejahatan, dan warna yang terakhir adalah warna ungu
untuk mencegah pikiran jahat. Pada mulanya orang yang hadir di pendopo harus
duduk bersila di lantai. Kursi baru diperkenalkan pada akhir abad ke-19, pada
saat pemerintahan Mangkunagara VI.
Di bagian Barat Pendopo terdapat empat set gamelan, satu
digunakan secara rutin dan tiga lainnya digunakan hanya pada upacara khusus.
Gamelan yang diselubungi kain hijau adalah Kyai Kanyut Mesem (tertarik untuk
tersenyum), merupakan gamelan pusaka yang paling baik, paling lengkap dan
paling sering dimainkan. Tiap hari Rabu pagi Kyai Kanyut Mesem ditabuh untuk
latihan beksan, dan tiga kali dalam sebulan diadakan siaran dari gamelan
tersebut oleh RRI Solo. Kyai Kanyut Mesem telah berumur kira-kira 200 tahun.
Di samping Kyai Kanyut Mesem, di pendopo juga ditata tiga
set gamelan yaitu Upacara Munggang, Corobalen dan Kodok Ngorek. Gamelan-gamelan
ini ditabuh pada upacara-upacara tertentu saja, seperti penobatan, perkawinan,
khitanan, pada saat menyambut kedatangan tamu agung. Setiap hari Sabtu pagi
diadakan latihan memukul gamelan-gamelan tersebut. Gamelan-gamelan tersebut
juga digunakan untuk mengiringi tari, salah satu tari yang biasa dipertontonkan
di Pendopo ialah tari Srimpi. Biasanya tari Srimpi ditarikan oleh 4 orang
penari atau lebih dan yang menari haruslah seorang gadis.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi
melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yaitu :
-
Grama (Api)
-
Angin (Udara)
-
(Air)
-
Bumi (Tanah)
Sedang nama peranannya Batak, Gulu,
Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo.
Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir
Mendhung. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton.
Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari
Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan
antara baik dengan buruk, antara benar dan salah antara akal manusia dan nafsu
manusia.
2.
PARINGGITAN
Tempat di belakang pendopo terdapat sebuah beranda terbuka
bernama Paringgitan, yang mempunyai tangga menuju Dalem Ageng, sebuah ruangan
seluas 1.000 meter persegi, yang secara tradisional merupakan ruang tidur
pengantin kerajaan, sekarang berfungsi sebagai museum. Pada saat menuju
Paringgitan kita akan disambut dengan lukisan, lukisan-lukisan tersebut tidak
lain adalah gambar KGPAA. Mangkunagoro IX yang berhadapan dengan lukisan Gusti
Kanjeng Putri, istri kedua Mangkunegaran IX. Yang kemudian disebelah lukisan
Mangkunagoro VII yang berhadapan dengan istrinya, K.R. Timum. Selain memamerkan
petanen (tempat persemayaman Dewi Sri) yang berlapiskan tenun sutera, yang
menjadi pusat perhatian pengunjung, museum ini juga memamerkan perhiasan,
senjata, pakaian, medali, perlengkapan wayang, uang logam, gambar raja-raja
Mangkunagaran dan benda-benda seni. Di sebelah kanan dan kiri Paringgitan
terdapat kamar untuk perempuan dan laki-laki. Di sebelah kanan Paringgitan
digunakan untuk perempuan yang disebut balai Wasni, untuk laki-laki disebut
balai Peni yang terdapat di sebelah kiri Paringgitan.
3.
DALEM AGENG
Dalem ageng merupakan tempat diadakannya upacara-upacara
tradisional. Bangunannya berbentuk limasan (dengan 8 buah soko guru), tidak
memiliki plafond, sehingga usuk-usuk dan reng-reng dapat dilihat, yang
merupakan simbol dari matahari.
Di Dalem Ageng terdapat koleksi
benda-benda purba, yang dikumpulkan mulai tahun 1926. Koleksi ini ditempatkan
di almari kaca, seperti gelang, kalung, subang, anting-anting, rantai, badong
dan sebagainya. Disamping koleksi tersebut, dipamerkan pula barang-barang ampilan
upacara seperti: sumbu (tempat sapu tangan), tempat sirih, kecohan (tempat
meludah), senjata-senjata kuno dan lain sebagainya , serta dua buah almari
berisi pakaian-pakaian yang disepuh untuk tari-tarian Bedhoyo srimpi dan
Langendriyan. Terdapat pula lukisan para Adipati yang pernah memegang tahta di
istana Mangkunegaran mulai dari Mangkunagoro II hingga Mangkunagoro IX.
Sedangkan Mangkunagoro I hanya dilambangkan dengan simbol matahari karena
beliau tidak mau dilukis. Di tengah ruangan itu terdapat tempat yang bernama
Trohongan untuk memuja Dewi Padi , setiap malam Jum’at kliwon diadakan pemujaan
terhadap Dewi Padi dengan membawa persembahan berupa sesajian . Di sebelah
kanan dan kirinya terdapat kamar yang digunakan untuk tempat istirahat putra dan
putri raja . Kamar untuk laki – laki terletak di sebelah kiri Trohongan yang
disebut Sentong kiri. Sedangkan kamar untuk perempuan yang terletak di sebelah
kanan Trohongan yang disebut Sentong kanan. Di Trohongan juga terdapat dua
patung, perempuan disebelah kanan, sedangkan yang laki-laki disebelah kiri,
kedua patung ini disebut Loro Gloyo.
Semua koleksi barang tersebut
ditempatkan di Dalem Ageng dan sekarang dapat dilihat oleh umum tetapi tidak
dapat diabadikan, agar meningkatkan rasa harga diri bangsa, karena
barang-barang tersebut merupakan hasil karya bangsa kita sendiri. Diantaranya,
terdapat tata rias tari B. srimpi Sinari yang terbuat dari emas dan intan.
Selain itu juga terdapat kipas yang pernah digunakan oleh Gusti Nurul Kusuma
Wardani saat perkawinan seorang Belanda, yaitu Yuliani, dimana sang penari pada
saat itu menari di Belanda, tetapi diiringi oleh gamelan di Pendopo.
Koleksi barang yang lain yaitu
perlengkapan wanita, kebanyakan anting-anting putri. Di meja lain terdapat
perlengkapan pria. Terdapat juga berbagai macam uang yang terbuat dari emas,
uang yang besar rupiah, sedangkan yang kecil sen. Di tempat lain juga terdapat
berbagai peralatan rumah tangga, diantaranya tempat gula, tempat susu, teh,
kopi, wawidon untuk sirih, kumpeng, serutu, tempat untuk minum anggur. Selain
peralatan rumah tangga, terdapat juga tempat gambir, injet, gunting serutu,
gading dari Bali, dan replika Dasamuka. Barang-barang tersebut terbuat dari
Kristal dan merupakan hadiah dari Eropa. Koleksi lain yang merupakan hadiah
dari Jepang yaitu sebuah bola, dimana di dalam bola itu masih terdapat bola
lain sampai 12 bola. Di dalam Dalem Ageng juga terdapat koleksi medali yang
diantaranya dari Negara Cina, Belanda, dan Thailand. Diantara medali-medali
tersebut juga terdapat salib dari Roma. Di meja lain juga ada pedang pemberian
dari Jepang, Belanda, dan Turki.
Di Dalem Ageng juga ada tempat untuk
sesaji. Di bagian tengah Puro Mangkunegaran di belakang Dalem Ageng, terdapat
tempat pedesaan milik para bangsawan, sekarang digunakan oleh para keluarga
keturunan raja. Taman di bagian dalam yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbunga
dan semak-semak hias, juga merupakan cagar alam dengan sangkar berisi burung
berkicau. Terdapat pula patung-patung klasik model Eropa, serta kupu-kupu
berwarna-warni dengan air mancur yang bergerak-gerak di bawah sinar matahari.
Menghadap ke taman terbuka adalah beranda dalem yang bersudut delapan, dimana
terdapat tempat lilin dan perabotan Eropa yang indah. Kaca-kaca berbingkai emas
terpasang berderet di dinding. Dari beranda menuju ke dalam tampak ruang makan
dengan jendela kaca berwarna gambar yang berisi pemandangan alam Jawa, terdapat
ruang ganti dan rias para putri raja serta kamar mandi yang indah.
4.
GARASI KERETA
Garasi kereta terletak di sebelah
tenggara Istana Mangkunegaran. Di dalam ruangan tersebut terdapat enam buah
kereta dan sebuah kurungan ayam yang sebenarnya digunakan untuk acara “tedak
siti”. Acara ini merupakan acara syukuran bagi bayi berumur tujuh bulan yang
pertama kali menginjakkan kaki di tanah.
Sedangkan keenam kereta yang ada di
ruangan tersebut pernah digunakan dari tahun 1850 – 1944 atau pada masa
pemerintahan Mangkunagoro IV hingga Mangkunagoro VIII. Kereta yang paling tua
bernama Barouchet. Kereta ini mengalami perbaikan pada tahun 1860 -1880.
Sedangkan kereta yang paling besar dan mewah bernama Kyai Condroretno. Kereta
ini merupakan hadiah dari Deen Haag, Belanda dan pernah mengalami perbaikan
pada tahun 1850 – 1860. Kyai Condroretno pernah digunakan pada acara pernikahan
Mangkunagoro IX dengan istri pertamanya. Kereta yang ketiga bernama Landaulet
yang merupakan hadiah dari Amsterdam, Belanda. Pernah mengalami perbaikan pada
tahun 1913. Kereta yang keempat bernama Glaslaunder, hadiah dari Amsterdam,
Belanda. Pernah mengalami perbaikan pada tahun 1890 – 1900. Dari keenam kereta
tersebut, terdapat dua kereta yang sama, bernama Berline. Merupakan hadiah dari
London, Inggris dan pernah mengalami perbaikan pada tahun 1880 – 1900.
Karena Istana Mangkunegaran memiliki
obyek-obyek kebudayaan, maka diberi nama Obyek Wisata Budaya dan dibuka untuk
umum sejak tahun 1968, dengan tujuan:
-
Untuk menyebarluaskan kebudayaan bangsa Indonesia pada umumnya dan kebudayaan
Jawa khususnya.
-
Agar kebudayaan tersebut dapat dimengerti dan dimanfaatkan terutama oleh
generasi penerus.
-
Untuk menambah pemasukan Istana Mangkunegaran guna biaya pemeliharaan
benda-benda kebudayaan tersebut.
B.
BENDA KOLEKSI DI ISTANA
MANGKUNEGARAN
1. MAKSUD
DAN TUJUAN KOLEKSI
Maksud dan tujuan dari koleksi antara
lain adalah untuk menunjukkan bahwa kebudayaan, adat serta peradaban bangsa
kita dimasa lampau telah begitu tinggi dan maju. Dengan koleksi ini diharapkan
kita dapat memperlihatkan sebagian dari budaya bangsa kita yang selama ini
tenggelam. Kita mencoba untuk menghidupkannya kembali dengan menunjukkan kepada
bangsa kita pada umumnya dan kepada generasi muda pada khususnya yang belum
begitu mengenal peradaban bangsa kita di masa lampau.
Diharapkan akan menjadi kenyataan
bahwa akan tiba masanya bahwa benda-benda peninggalan jaman kuno tidak lagi
dianggap keramat, yang dapat mendatangkan keuntungan atau kesengsaraan, akan
tetapi dinilai sebagai kebudayaan bangsa yang memiliki nilai budaya yang
tinggi. Hal ini pada akhirnya bisa memainkan peranan dalam studi mengenai
sejarah dan kebudayaan bangsa.
2. ASAL-USUL BENDA KOLEKSI
Dengan terus menerus membeli
benda-benda dari perak dan emas yang dibuat oleh pandai emas Jawa Kuno
diperoleh gambaran yang jelas bagaimana kemampuan mereka pada saat itu. Akan
tetapi hal seperti itu tidak dapat untuk mengetahui secara pasti darimana asal
benda-benda tersebut.
Koleksi benda-benda yang terbuat dari
emas dibeli dari Surakarta dan Yogyakarta. Menurut catatan, asal-usul benda
koleksi tersebut apabila ditemukan didalam wilayah praja Mangkunegaran
kebanyakan berasal dari daerah sekitar Wonogiri. Hal ini sesuai dengan penemuan
prasasti pada tahun 1933, yaitu berupa perahu ferry buatan tahun 903 M, yang
bebas bea di daerah Bengawan Solo, dimana tempat tersebut sekarang bernama
Wonogiri.
Seribu tahun yang lalu, letak keraton
tidak begitu jauh ke Selatan, karena hubungan dengan India maupun dengan negara
asing dilakukan di pantai Utara. Oleh karena itu, kita bisa menghubungkannya
dengan asal usul benda emas di daerah Gunung Kidul dengan perahu ferry yang
bebas bea masuk ke Bengawan Solo, yang barangkali bermaksud untuk memajukan
perjalanan ziarah ke makam raja-raja dan pertapaan.
Untuk di daerah Yogyakarta ditemukan
di Selatan ibukota Bantul, yang terletak dekat dengan candi-candi utama. Di
daerah Surakarta diperoleh arca-arca di daerah candi Nusukan yang sekarang
telah hilang. Konon, candi tersebut terletak di dekat jembatan kereta api di
atas Sungai Kalianyar.
Tempat penemuan lain yaitu di
Mojogedang, Sragen. Dahulu, disini terdapat kompleks kecil yang terdiri dari
candi utama yang di depannya terdapat tiga monumen kecil. Di situs tersebut
terdapat arca Siwa kepala tiga yang masih terdapat lingga dan yoni.
3. MACAM-MACAM BENDA KOLEKSI
Macam-macam benda yang dipamerkan di
dalam museum Istana Mangkunegaran antara lain:
a. Kereta
b. Arca logam
c. Arca batu
d. Peralatan dari logam:
o
Lampu
o
Talam
untuk Pendeta
o
Genta
untuk Pendeta
o
Genta
gantungan
o
Anglo
untuk dupa
o
Belanga
untuk air suci
o
Belanga
o
Ciduk
o
Cermin
o
Atribut
agama Budha
o
Cincin
dan ban pengikat
e. Rantai/kalung
o
Hiasan
badan lain-lainya
o
Mata
uang dan peneng
o
Lain-lain
Digunakan
untuk upacara
Benda-benda
perhiasan
Prasasti
Kegunaan
tidak diketahui
f. Senjata-senjata
o
Tombak
o
Keris
o
Kujang,
dan lain-lain
g. Lukisan (dari
Basuki Abdullah) dan foto
h. Topeng-topeng dari
Bali, Madura, Cirebon, Solo, Yogya dan Malang
i. Tanda
penghargaan
j. Pakaian
tari
o
Tari
srimpi
o
Tari
langendriyan
k. Wayang beber
l. Koleksi
Kristal
m. Kaligrafi
n. Koleksi lain-lain
C. PEMEGANG TAHTA PURA MANGKUNEGARAN
KGPAA Mangkunagoro I
Nama kecil: Raden Mas Said
Waktu mengabdi di Keraton Kartasura bernama Raden Mas
Soerjokoesoemo. Sewaktu melaksanakan pemebrontakan terhadap Keraton Kartasura
dan Surakarta serta VOC, mendapat julukan Pangeran Sambernyawa.
Pendiri Mangkunegaran dan
memerintah mulai 24 Februari 1757 – 28 Desember 1795.
KGPAA
Mangkunagoro II
Nama kecil: Raden Mas Soelomo
Cucu Mangkunagoro I, lahir dari
putra KPA Prabumidjaja.
Pada masa pemerintahannya terjadi
berbagai perubahan politik, VOC bubar dan timbullah Pemerintahan Hindia
Belanda, yang kemudian digantikan dengan pemerintahan Perancis (negara Belanda
diduduki Napoleon Bonaparte) yang kemudian digeser oleh pemerintahan Inggris di
bawah pimpinan Raffles. Selanjutnya kembalilah Pemerintah Hindia Belanda dan
setelah itu berkobarlah Perang Diponegoro. Dalam keadaan yang serba tidak
menentu, Mangkunagoro merasa perlu untuk mengadakan konsolidasi. Mangkunegaran
memisahkan diri dari pemerintah Keraton Surakarta dan berdiri sendiri. Untuk
memperkuat diri dibentuklah Legiun Mangkunegaran dengan kekuatan 1250 orang
prajurit dan perwira-perwiranya.
Masa pemerintahannya mulai 25
Januari 1796 – 26 Januari 1835.
KGPAA
Mangkunagoro III
Nama kecilnya: Raden Mas Sarengat
Cucu Mangkunagoro II dan putra
Pangeran Natakusumo.
Pada masa konsolidasi Mangkunagoro
II disusul dengan menanamkan pemerintahan dan administrasi yang teratur dan
lahirlah pada tahun 1847 Kabupaten Karanganyar, Wonogiri dan Malangjiwan.
Pemerintah sehari-hari dipercayakan kepada seorang Patih dengan pangkat Buapti
Patih.
Petunjuk-petunjuk yang diberikan
para punggawa dan putra Sentana: Aja dhumeh, aja kagetan, aja gumunan, tetep
mantep, gelem nglakoni.
Masa pemerintahannya mulai 29
Januari 1835 – 6 Januari 1853.
KGPAA
Mangkunagoro IV
Nama kecil: Raden Mas Soediro.
Mangkunagoro II, dewasa menjadi
Pangeran Gondokusumo dan menjadi menantu Mangkunagoro III.
Stabilitas keamanan dan pemerintahan
yang teratur memungkinkan pembangunan bidang ekonomi, Didirikan
perusahaan-perusahaan, misalnya pabrik gula di Tasikmadu dan Colomadu, pabrik
karet, kopi, the, penggilingan padi, dan lain-lain.
Masa pemerintahannya mulai 25 Maret
1853 – 2 September 1881.
KGPAA Mangkunagoro V
Nama kecil: Raden Mas Soenito, putra
Mangkunagoro IV.
Keadaan keuangan praja pada waktu
itu memungkinkan untuk melanjutkan pembangunan sebelumnya.
Masa
pemerintahannya mulai 5 September 1881 – 1 Oktober 1896.
KGPAA
Mangkunagoro VI
Nama kecil:
Raden Mas Soerono, juga putra Mangkunagaoro IV atau saudara Mangkunagoro V.
Dalam
pengalaman yang luas dan keteladanannya dalam hal disiplin kerja, ia berhasil
memperbaiki kehidupan yang krisis pada masa itu.
Masa
pemerintahannya mulai 21 November 1896 – 11 Januari 1916.
KGPAA Mangkunagoro VII
Nama kecil:
Raden Mas Notosoeparta. Putra Mangkunagoro V.
Beliau aktif
dalam kegiatan Kebangkitan Nasional dan termasuk pendiri Budi Utomo.
Dalam
pendudukan Jepang, ia diakui sebagai Mangkunegaran Kochi.
Masa
pemerintahannya mulai 3 Maret 1916 – 19 Juli 1944.
KGPAA Mangkunagoro VIII
Nama kecil:
Raden Mas Hamidjojo Sarosa, putra sulung Mangkunagoro VII.
Masa
pemerintahannya mulai 19 Juli 1944 – 3 September 1987.
KGPAA Mangkunagoro IX
Nama kecil:
Sudjiwa Kusumo, putra Mangkunagoro VIII dan cucu Mangkunagoro VII.
Masa pemerintahannya mulai 1987 –
sekarang.
D. KUNJUNGAN LAINNYA
Selain kami mengunjungi Pura
Mangkunegaran, kami juga mengunjungi dua tempat lagi, yaitu: Museum Radya
Pustaka dan Keraton Kasunanan Surakarta. Tapi saya hanya akan mengulas secara
singkat tentang kedua tempat ini.
1.
Museum Radya Pustaka
a. Sejarah
singkat
Museum
ini didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IX oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV di dalem
Kepatihan pada tanggal 28 Oktober1890. Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pernah
menjabat sebagai Patih Pakubuwono IX dan Pakubuwono X. Museum ini lalu dipindahkan ke lokasinya sekarang
ini, Gedung Museum Radyapustaka di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta, pada 1 Januari1913. Kala itu gedung museum merupakan rumah kediaman
seorang warga Belanda bernama Johannes Busselaar.
b. Koleksi
Museum Radya Pustaka memiliki koleksi
yang terdiri dari berbagai macam arca, pusaka adat, wayang kulit dan buku-buku kuno. Koleksi buku kuna yang banyak dicari itu di
antaranya mengenai Wulang Reh karangan Pakubuwono IV yang isinya antara lain mengenai petunjuk
pemerintahan dan Serat Rama karangan Pujangga Keraton
Surakarta bernamaYasadipura I yang menceritakan tentang wiracaritaRamayana.
Pada 18 November2007, Kepala Museum Radya Pustaka, KRH Darmodipuro (Mbah
Hadi) ditahan pihak kepolisian sebagai tersangka dalam kasus hilangnya sejumlah
koleksi museum, antara lain lima arca batu buatan abad ke-4 dan 9 yang dijual
kepada pihak lain dengan harga Rp 80 juta-Rp 270 juta per arca. Penyelidikan
menunjukkan bahwa koleksi museum yang hilang diganti dengan barang palsu.[1] Dua hari kemudian, polisi menggeledah rumah pengusaha
Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo
Subianto di Jakarta dan menemukan lima
arca yang hilang dari museum.[2]
c.
Kyai Rajamala
Berada di kamar bagian barat terdapat
sebuah patung kepala raksasa yang terbuat dari kayu dan merupakan hasil karya Pakubuwono V ketika beliau masih seorang putra mahkota. Patung
tersebut jumlah sebenarnya adalah dua: yang satu lainnya disimpan di Keraton
Surakarta. Patung ini ialah hiasan depan
sebuah perahu yang dipakai untuk mengambil permaisuri Pakubuwono IV yang berasal dari Madura. Sampai sekarang patung ini masih dianggap keramat
dan sering diberi sesajian.
2.
Keraton Kasunanan Surakarta
Sejarah Singkat
Kasunanan
Surakarta Hadiningrat adalah
sebuah kerajaan di Jawa Tengah yang berdiri tahun 1755
sebagai hasil dari perjanjian
Giyanti 13 Februari 1755.
Perjanjian antara VOC dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, yaitu Sunan Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi, menyepakati bahwa Kesultanan Mataram dibagi
dalam dua wilayah kekuasaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta.
Kasunanan Surakarta umumnya tidak
dianggap sebagai pengganti Kesultanan Mataram, melainkan sebuah kerajaan
tersendiri, walaupun rajanya masih keturunan raja Mataram. Setiap raja
Kasunanan Surakarta yang bergelar Sunan (demikian pula raja Kasultanan
Yogyakarta yang bergelar Sultan) selalu menanda-tangani kontrak politik dengan
VOC atau Pemerintah Hindia Belanda.
Seperti halnya
Keraton Surakarta Hadiningrat, adalah sebuah tempat yang mempunyai makna
spiritual yang tinggi. Menurut kepercayaan tradisonal Jawa, angka 7 merupakan
angka yang sempurna. Itulah kenapa Candi Borobudur misalnya, mempunyai 7 tangga
dan 7 gerbang. Begitu juga dengan Keraton Surakarta Hadiningrat yang mempunyai
7 pelataran dan 7 gerbang.
Tujuh pelataran
yang ada di Keraton Surakarta Hadiningrat adalah:
1. Pamuraan Njawi
2. Pamuraan Nglebet
3. Alun-alun Lor
4. Siti Hinggil
5. Kemandungan
6. Sri Manganti
7. Plataran
Dan tujuh gerbangnya adalah:
1. Gladag
2. Gapuro Pamuraan
3. Kori Wijil
4. Kori Brojonolo
5. Kori Kamandungan
6. Kori Mangun
7. Kori Mangarti
PENUTUP
Kesimpulan
Pura
Mangkunegaran merupakan warisan budaya yang sangat berharga. Dengan sejarah dan
koleksi benda-benda bersejarah dan bernilai budaya tinggi, Pura Mangkunegaran
layak dijadikan tempat menimba ilmu selain dibangku sekolah. Semua benda
koleksi yang ada di Pura Mangkunegaran mempunyai peranan penting dan vital bagi
kelangsungan dan eksitensi Pura
Mangkunegaran.
KOLEKSI FOTO
Bagian depan Pura Mangkunegaran
Beranda
Dalem, ruang keluarga Mangkunegaran
(posting by karnadi)
Sumber:
http://langgengsetya.blogspot.com/2013/02/keraton-kasunanan-dan-mangkunegaran.html
Narasumber:
1.
Erna tour
guide Pura Mangkunegaran
2.
Widodo tour guide Museum Radya Pustaka